Pages

Saturday, November 24, 2012

Selagi Kau Lelap

Sekarang pukul 23:30 malam ditempatmu.

Kulit wajahmu pasti sedang terlipat diantara kerutan sarung bantal. Rambutmu yang tebal menumpuk di sisi kanan (Ah, aku bahkan tak tahu seperti apa rambutmu), karena engkau tidur tertelungkup dengan muka menghadap sisi kiri. Tanganmu selalu tampak menggapai, apakah itu yg selalu kau cari di bawah bantal?

Aku selalu ingin mencuri waktumu. Menyita perhatianmu. Semata-mata supaya aku bisa terpilin masuk ke dalam lipatan seprai tempat tubuhmu sekarang terbaring.

Sudah hampir 4 tahun aku begini. Tiga puluh sembilan bulan. Kalikan 30. Kalikan 24. Kalikan 60. Kalikan lagi 60. Kalikan lagi 60. Niscaya, akan kau dapatkan angka ini : 6.065.280.000.

Itulah banyaknya milisekon sejak pertama aku jatuh cinta kepadamu. Angka itu bisa lebih fantastis kalau ditarik sampai skala nano. Silahkan cek. Dan aku berani jamin engkau masih ada disitu. Di tiap inti detik, dan didalamnya lagi, dan lagi, dan lagi…

Penunjuk waktuku tak perlu mahal-mahal. Memandangmu memberikanku sensasi keabadian sekaligus mortalitas. Rolex tak mampu berikan itu.

Mengertilah, tulisan ini bukan bertujuan untuk merayu. Kejujuran sudah seperti riasan wajah menor yang tak terbayang menambahinya lagi dengan rayuan. Angka jutaan tadi adalah fakta matematis. Empiris. Siapa bilang cinta tidak bisa logis. Cinta mampu merambah dimensi angka dan rasa sekaligus.


Sekarang pukul 12.30 pagi ditempatmu. Tak terasa sudah satu jam aku disini. Menyumbangkan lagi 216.000 milisekon ke dalam rekening waktuku. Terima kasih. Aku semakin kaya saja. Andaikan bisa kutambahkan satuan rupia, atau lebih baik lagi dolar, dibelakangnya. Namun, engkau tak ternilai. Engkau adalah pangkal, ujung, dan segalanya yang ditengah tengah. Sensasi Ilahi. Tidak dolar, tidak juga yen, mampu menyajikannya.

Aku tak pernah terlalu tau keadaan tempat tidurmu. Bukan aku yang sering ada disitu. Entah siapa. Mungkin cuma guling atau bantal-bantal ekstra. Terkadang, benda mati justru mendapatkan apa yang paling kita inginkan, dan tak sanggup kita bersaing dengannya. Aku iri pada baju tidurmu, handukmu, apalagi pada guling... Sudah. Stop. Aku tak sanggup melanjutkan. Membayangkannya saja ngeri. Apa rasanya dipeluk dan didekap tanpa pretensi? Itulah surga. Dan manusia perlu ibadah jungkir-balik untuk mendapatkannya? Hidup bagaikan mengitari gunung Sinai. Tak diizinkannya kita berjalan lurus-lurus saja demi mencapai tanah perjanjian.

Kini, izinkan aku tidur. Menyusulmu dalam alam abstrak dimana segalanya bisa bertemu. Pastikan kau ada di sana, tidak terbangun karena ingin pipis, atau mimpi buruk. Tunggu aku.

Begitu banyak yang ingin kubicarakan. Mari kita piknik, mandi susu, potong tumpeng, main pasir, adu jangkrik, balap karung, melipat kertas, naik getek, tarik tambang... Tak ada yang tak bisa kita lakukan, bukan? Namun, kalau boleh memilih satu: Aku ingin mimpi tidur di sebelahmu. Ada tanganku di bawah bantal, tempat jemarimu menggapai-gapai.

Tidurku meringkuk ke sebelah kanan sehingga wajah kita berhadapan. Dan ketika matamu terbuka nanti, ada aku disana. Rambutku yang berdiri liar dan wajahmu yang tercetak kerut seprai.

Tiada yang lebih indah dari cinta dua orang di pagi hari. Dengan muka berkilap, bau keringat, gigi bermentega dan mulut asam.. Mereka masih berani tersenyum dan saling menyapa “Selamat pagi”


-Dee, 2000, dengan sedikit penyesuaian tanpa izin agar sesuai denganku-

Diari sang Pesimis

Oh, hari ini aku hidup lagi ya?
Merasakan mentari yang bersinar dengan senyap, membuatku menggelap
Mendengar kicau burung pipit yang sayup-sayup berbisik mengatakan "Good morning, stupid"
Menghirup udara kebutuhan sehari-hari yang malah dikotori (Untungnya hari ini aku sedang berada di puncak gunung)
Menelan sarapan penyebab diabetes nomor siji, nasi
Melihat indahnya rupa manusia yang sayangnya aku lebih tahu busuk mereka
Oh, besok pasti akan begini lagi ya?
Ok baiklah, selamat malam dunia
Selamat menyiksa mereka yang ada di sebelah sana

-Ruang yang aku tak tahu kamar atau kulkas, 24 November 2012-

Wednesday, November 21, 2012

Jadi apa ya?

Saya adalah seorang anak yang pathetic. Oke, mungkin saya ga bisa bilang kalo saya adalah seorang "anak", saya udah berumur 21 tahun tapi saya masih bingung, mau jadi apa saya nanti?
Dahulu kala, ketika saya masih kecil, setiap kali ditanya, saya pasti bilang saya ingin menjadi artis.

Hal ini sudah terlihat saat saya masih kecil, saat masih di Taman Kanak-kanak, saya satu-satunya anak laki-laki yang mau tampil saat hari Kartini di sekolah, dengan pakaian polisi, saya "menari" (waktu itu sebenarnya saya hanya jalan di tempat sambil hormat mengikuti irama lagu) bersama dengan (kalo ga salah) sekitar 6 atau 8 anak perempuan lain yang berada di belakang saya juga ikut menari bersama saya. But Now I don't even know is it an artist or a gay -_-"

Satu hal yang membuat saya mengurungkan niat ntuk menjadi seorang entertainer adalah ketiadaan bakat saya dalam dunia entertaining. Akting pas-pasan, kelihatan jelek di video, sering malu tampil di depan publik dan ketika tampil malah malu-maluin. Saya dulu sering sekali berpikir untuk "pindah haluan" mencari bakat-bakat terpendam yang saya miliki, entah itu melukis (gagal), memotret (gagal juga), bernyanyi (hancur), memecahkan rekor DIAM TERLAMA (ga bisa diem), dan lain-lain dan lain-lain...

Kadang (baca: selalu) saya iri dengan teman-teman yang sepertinya banyak yang menemukan bakatnya masing-masing, sungguh sangat banyak teman yang bisa melukis jauh lebih indah, memotret jauh lebih emejing, bernyanyi jauh lebih merdu, berdiam diri lebih lama (Ok, this is weird) dari saya dan membuat saya bertanya pada Tuhan di setiap renungan malam panjang saya (sepertinya 2 atau 3 tahun sekali), "God, Tuhan, Alloh, do you hear me? Kenapa aku tidak punya kemampuan yang bisa kubanggakan ya Alloh, kalopun ada, cepatlah tunjukkan ya Alloh, aku ingin seperti teman-temanku yang KEWL dan KEREN ABEHS ya Alloh, oh ya, jangan lupa tambahkan rejekiku ya Alloh, Amin" gitu. Eh sampe sekarang masiiih aja saya tidak dapat menemukan apa sih "fabulous skill" yang saya miliki?

Suatu saat ada seorang teman berkata, "Tommy, kamu kok lebih enak diajak ngomong kalo chat di Facebook atau SMS dibandingkan kalo ngobrol langsung ya?", dengan refleks saya menjawab, "Ya iyalah, soalnya aku kalo ngobrol lewat tulisan pasti mikir dulu, kalo ngobrol asal muncrat aja kayak aer dipompa ama Aquaproof", "Aquaproof? Itu merek cat bego bukan pompa", "Oh iya, Shimizu maksudnya, ga jauhlah", Dia langsung pergi dan tak kembali.

Sejak saat itu saya berpikir, "Kenapa ga saya coba nulis aja? Hanya dengan modal komputer, sedikit berpikir dan skill mengetik sebelas jari yang saya miliki, pasti akan berhasil". Sejak saat itu, saya mulai mencoba membeli dan membaca beberapa novel penulis dalam dan luar negeri dan membandingkan gaya tulisan mereka, mencoba membuat cerita sendiri dengan gaya penulisan seperti itu, dan membacanya setelah saya tinggal tulisan itu selama 2 atau 3 bulan. Hasilnya? HANCUR! Hahaha, tidak ada satupun tulisan saya yang menurut saya bukan sampah. Kualitas cerita, plotnya, sampai karakter-karakter yang muncul dalam ketidakjelasan absolut adalah sebuah kesinkronisasian yang luar biasa menghancurkan cerita itu sendiri. Namun, karena menurut saya ini adalah jalan satu-satunya, saya akan terus mencoba, melahirkan satu atau dua cerita yang tetiba muncul di otak saya yang ga ngerti lagi bentuknya kayak gimana, menelurkan tiga atau empat ide karakter baru yang MUNGKIN saja belum dipikirkan oleh orang lain yang MUNGKIN saja 4,5/5-nya jauh lebih jenius dari saya, menelurlahirkan lima atau enam kata untuk mengakhiri tulisan ini. Haha, goddbye all, saya mau tidur dulu. Sampai jumpahhh di post selanjutnya kalo ada yang baca ini blog T~T

Tuesday, November 20, 2012

One Year Ago

Ketemu postingan ini di draft blog yang sepertinya dulu pernah pengen kupost tapi ga selesai dan ga kepost-post hahaha, udah kutambahin dan silakan dinikmati :')

"Dengan ini akhirnya aku sadari, kenapa pulang ke rumah membuatku tidak sekurus ketika aku tidak di rumah...
Perhatikan dialog singkat antara Tommy dan Mamanya tercinta serta dialog (singkat juga) antara Tommy dan perutnya tercinta

Di rumah, pagi hari, nyokap nyuruh beli sarapan
Mama : Tommy!!! Beli nasi kuning sana!!!
Tommy : MAMAAAAA, MAMA BELI 1 BUNGKUS YA???
Mama : Iyaaa, jangan pake kacang panjang yaaa
Tommy : IYAA MAAAA, TOMMY BELINYA 3 BUNGKUS YAAAA *akhirnya beli 5 bungkus, 4 bungkus aku makan sendiri*

Di kosan, siang hari, baru bangun tidur
Perut : LAPOR! Kondisi perut kosong! Perut SIAP diisi dengan stok makanan enak
Tommy : Laporan diterima, laksanakan!
Perut : LAKSANAKAN!
Tommy : Hemat Tom, makannya sedikit aja, makanannya juga gak ada yang enak... *akhirnya makan besar ditambah snack berupa momogi, chocolatos, aneka keripik, atau Pocky*

Nb : Kalo di rumah, makan snacknya berjuta kali lebih banyak karena tersedia GRATIS di toko nyokap *kalem*"

Hahaha, yuk mari kita hidupkan lagi blog yang sudah hibernasi selama setahun ini kembali ke dunia maya yang nyata :'D